PEMBELAJARAN LINGKUNGAN
DARI KELAS KE ALAM TERBUKA
(sebuah pendekatan
dan strategi praktis)
Jufri Nur, Guru SMAN
1 Pammana
Pembelajaran Lingkungan di SMA memakai
pendekatan Integratif, yaitu pendekatan yang
didasarkan pada suatu pemikiran bahwa suatu mata pelajaran dapat diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran lain yang dianggap relevan. Munculnya konsep integrasi
ini karena kurikulum sekolah sudah sangat sarat dengan mata pelajaran, sehingga
tidak mungkin lagi menambah mata pelajaran baru, yakni Pendidikan Lingkungan
Hidup.
Berbagai bidang studi atau mata
pelajaran pada tingkat SD, SLTP, dan SLTA menjadi tempat integrasi Pendidikan
Lingkungan Hidup (PLH), seperti mata pelajaran IPA, IPS, Olahraga, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Agama. Tentu saja tidak semua pokok
bahasan yang ada pada mata pelajaran tersebut dapat menyerap materi PLH, tetapi terbatas
pada pokok bahasan PLH yang
mempunyai hubungan erat dengan pokok bahasan mata pelajaran bersangkutan. Oleh
karena itu banyak sedikitnya materi PLH terintegrasi pada mata pelajaran yang
ada tergantung pada ada tidaknya hubungan pokok
bahasan mata pelajaran tersebut dengan
pokok bahasan PLH.
Pendekatan integratif yang diterapkan
dalam pembelajaran lingkungan di SMA memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya adalah: 1). Tidak perlu menambah tenaga pengajar. 2).
Makin banyak tenaga pengajar yang terlibat. 3). Integrasi dipandang lebih nalar
atau logis, juga lebih efisisen, hemat, dan lebih efektif.
Sedangkan
kelemahannya antara lain adalah: 1). Perlu panataran bagi guru yang mengajarkan pelajaran induk sebagai
tempat persemaian integrasi. 2). Mengubah silabus dan alokasi jam pelajaran
yang telah ada. 3). Timbulnya kesulitan teknis edukatif dalam mengintegrasikan
mata pelajaran yang akan diintegrasikan dengan mata pelajaran yang menjadi
tempat persemaian integrasi. 4).
Kemungkinan tenggelamnya mata pelajaran yang diintegrasikan itu ke dalam
mata pelajaran induk, atau sebaliknya.
Disamping kelemahan pembelajaran
Pendidikan Lingkungan dengan pendekatan integratif
sebagaimana telah diuraikan di atas, kelemahan yang lain adalah munculnya kesan
bahwa pembelajaran ilmu lingkungan selama ini terfokus kepada perolehan aspek
kognitif (pengetahuan) semata. Aspek afektif dan aspek psikomotor nampaknya
kurang mendapat perhatian, sehingga tidak mengherankan kalau perilaku-perilaku
peserta didik yang kurang bersahabat dengan alam bisa kita temui di
sekolah-sekolah. Kegiatan coret-mencoret dinding sekolah, meja dan kursi,
membuang sampah sembarangan, merokok di sekolah, menoreh pohon-pohon tanaman di
sekolah, mencabut tanaman taman sekolah seenaknya adalah tingkah laku dan
perbuatan yang banyak kita jumpai pada
siswa-siswa saat ini.
Demikian
pula bahwa pembelajaran Pendidikan Lingkungan selama ini berlangsung di dalam
ruang kelas, sehingga konsep lingkungan di terima oleh siswa semuanya berasal
dari informasi guru atau dari hasil bacaan saja. Tidak ada pengetahuan yang berasal
dari pengalaman hidup atau dari fakta lapangan di luar kelas. Tidak ada proses
yang melibatkan siswa secara aktif berinteraksi dengan kondisi lingkungan yang
sesungghunya, sehingga proses internalisasi nilai-nilai
yang berkaitan dengan lingkungan juga kurang.
Menyikapi
persoalan di lapangan, supaya Pendidikan Lingkungan dapat diintegrasikan secara wajar dan lancar, maka sistem
pembelajaran ilmu lingkungan perlu ditinjau
kembali, dirampingkan, dipertajam, dan disempurnakan. Terutama yang
berkaitan dengan teknik-teknik penyampaiannya kepada peserta didik agar dapat
diterima dengan baik dan mudah, sehingga tujuan pembelajaran lingkungan dapat
tercapai sesuai dengan yang kita harapkan atau tepat sasaran.
Adapun
kegiatan pembelajaran yang berlangsung di luar kelas yang pernah dilakukan oleh
penulis adalah sebagai berikut:
1. Konsep Mengenai Keseimbangan
Lingkungan
Proses transformasi pengetahuan
tentang keseimbangan lingkungan akan lebih bermakna dan mantap diterima oleh
peserta didik, jika proses pembelajaran berlangsung di luar kelas. Peserta
didik dapat di bawa ke alam terbuka pada kondisi nyata lingkungan yang dapat di
lihat, di rasakan, dan diamatinya sendiri. Peserta didik “didekatkan” dengan
keadaan lapangan yang sesungguhnya.
Keseimbangan lingkungan adalah
suatu kondisi ekosistem yang berada dalam keadaan stabil. Artinya semua
komponen yang terlibat dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan normal,
ditandai dengan adanya fluktuasi atau grafik naik-turun jumlah populasi
pendukung ekosistem dengan teratur.
Keseimbangan
lingkungan dapat terganggu oleh dua faktor utama, yakni 1). Faktor alam,
misalnya banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan angin topan. 2). Faktor
perilaku manusia, misalnya penggundulan hutan, pembakaran hutan, penangkapan
ikan dengan menggunakan bom, racun, dan pukat harimau.
Dari dua faktor penyebab gangguan
keseimbangan tersebut di atas, maka faktor perbuatan dan tindakan manusialah yang paling menonjol, dan faktor
perilaku ini pulalah yang dapat dikendalikan melalui proses pendidikan.
"Nilai esensial yang diharapkan
dimiliki peserta didik adalah bahwa kerusakan alam berawal dari ulah dan
perbuatan manusia, baik karena keserakahannya maupun karena ketidaktahuannya".
Bentuk
pembelajaran yang paling efektif adalah membawa peserta didik ke alam terbuka,
ke alam nyata. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara:
a.
Memberi tugas kepada peserta didik untuk mengadakan observasi di pasar.
Pada kunjungan tersebut, peserta didik
dibekali Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi tugas-tugas dengan fokus
permasalahan kepada:
- Mengamati tempat pembuangan sampah dan
perilaku para penjual dalam membuang
sampah.
- Mengamati kebersihan alat dan bahan yang
digunakan oleh penjual makanan dan
minuman.
- Mengamati sistem
saluran pembungan air (drainase) pasar dan masyarakat di sekitarnya.
- Mencari hubungan
antara perilaku manusia membuang sampah di pasar dengan kemungkinan terjadinya banjir, bau busuk,
dan pencemaran.
Hasil pengamatan peserta didik
ditindaklanjuti dengan diskusi di ruang kelas untuk memperoleh
kesimpulan-kesimpulan.
b.
Menugaskan siswa melakukan observasi di daerah aliran sungai (DAS)
Secara kebetulan di kota tempat
penulis mengajar terdapat sebuah danau terbesar di Sulawesi Selatan, yakni
danau Tempe yang sangat terkenal dengan produksi ikannya. Disamping terkenal
dengan produksi ikan, danau Tempe juga terkenal dengan “luapan banjirnya” pada
setiap musim hujan tiba. Banjir terbesar sepanjang sejarah danau Tempe terjadi
pada bulan Mei 2002 dengan korban jiwa dan materi dalam jumlah milyaran rupiah.
Peristiwa banjir adalah salah satu
fenomena alam yang dapat dijadikan media pembelajaran lingkungan yang efektif.
Guru dapat memberikan tugas kepada
peserta didik untuk mengadakan observasi pada daerah aliran sungai (DAS) yang
bermuara ke danau dengan perhatian utama:
- Mengamati perilaku sehari-hari masyarakat
nelayan yang bermukim di daerah aliran sungai.
- Mengamati perilaku petani di sekitar danau
Tempe dan mencari hubungan antara perilaku tersebut dengan timbulnya pencemaran
serta pendangkalan danau.
- Menganalisis dan mencoba mencari hubungan
antara perilaku masyarakat dengan timbulnya gangguan keseimbangan alam di
sungai dan di danau.
- Mengamati dan mencatat akibat yang
ditimbulkan oleh banjir.
- Merumuskan langkah-langkah yang dapat di
tempuh untuk mencegah terjadinya
banjir.
Dari keterlibatan siswa pada kegiatan tersebut diharapkan
adanya suatu pengalaman pribadi mengenai lingkungan yang bersemi dalam jiwanya
secara wajar dan alami. Pengalaman pribadi tersebut akan lahir dalam bentuk
kesadaran tentang lingkungan yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa
sehari-hari. Diharapkan pula siswa mampu bersosialisasi dan merasakan
penderitaan sesama manusia, sehingga menjadi pelajaran yang sangat berharga
bagi dirinya.
Pembelajaran lingkungan dengan
membawa peserta didik ke alam terbuka seperti ke pasar atau ke DAS, akan
memberikan nilai pendidikan yang sangat tinggi terutama yang berkaitan dengan aspek afektif dan psikomotor yang selama ini
kurang mendapat perhatian oleh guru. Sikap jujur, terbuka, empati, patriot,
suka menolong akan tumbuh dengan baik dalam diri peserta didik. Demikian pula
perilaku sportif, kemampuan melakukan identifikasi masalah, membuat
laporan, praktikum, diskusi, dan kemampuan bersosialisasi akan tertanam dalam
diri peserta didik secara alami. Tentu saja akan sangat berbeda jika perolehan
tersebut dilakukan di dalam ruang kelas.
2. Konsep Etika Lingkungan
Seperti halnya dengan materi
Saling Ketergantungan, maka konsep Etika Lingkungan akan lebih mantap dan
efektif jika dilakukan di luar kelas. Pembelajaran etika lingkungan dapat di
kemas dalam bentuk Pembelajaran
Rekreatif.
yaitu salah satu bentuk alternatif pembelajaran
yang santai sifatnya. Melalui kegiatan wisata sambil belajar akan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengalaman langsung
di lapangan. Pengalaman tersebut diperoleh melalui kegiatan yang dilakukan
sendiri secara sadar dan sukarela, sehingga dapat memperkaya nilai
kepribadiannya. Pengetahuan lingkungan yang diperoleh peserta didik bukan
sekedar teori yang sifatnya abstrak, tetapi dari suatu fakta pengalaman
empiris.
Pembelajaran rekreatif dapat
dilaksanakan dengan membawa peserta didik ke suatu tempat rekreasi yang relevan
dengan tujuan pembelajaran lingkungan yang ingin di capai. Misalnya ke pulau
atau ke pantai (Wisata Bahari).
Peserta
didik di bagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing kelompok diberikan LKS
yang memuat inti sari pembelajaran, misalnya:
- Kemampuan mengidenfikasi masalah-masalah
lingkungan yang ditemukan di pulau tujuan.
- Mengamati dan mempelajari perilaku masyarakat yang bermukim di sekitar pulau.
- Mengamati keadaan laut sepanjang perjalanan,
misalnya adanya sampah-sampah domestik yang terapung di permukaan laut.
- Mencatat biota-biota laut yang
diperjualbelikan sebagai suvenir kepada pengunjung.
- Membuat laporan hubungan timbal balik antara
tingkat pengetahuan masyarakat dengan perilaku pelestarian alam.
Inti dari materi Etika Lingkungan
adalah bahwa manusia bukan sumber segala nilai, manusia adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari lingkungan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan
adalah saling tergantung, manusia bukan
penakluk alam melainkan alam dan manusia saling melengkapi. Harus ada sopan
santun dan kebijaksanaan moral dari manusia dalam memperlakukan alam.
Semakin kokoh
hubungan antara manusia dengan alam raya, maka akan semakin dalam pengenalan
terhadapnya, sehingga semakin banyak yang dapat diperolehnya melalui alam itu.
Jika terjadi harmonisasi hubungan antara manusia dengan alam, maka Tuhan akan
merestui dengan berbagai macam rahmat yang diturunkan ke bumi untuk seluruh
makhluk-Nya. Dalam surah Al-Jin ayat 16 ditegaskan “Dan bahwasanya, jika mereka tetap berjalan lurus di jalan itu
(petunjuk-petunjuk Ilahi) niscaya pasti Kami akan memberi mereka air segar
(rezeki yang melimpah).
"Nilai esensial yang diharapkan dimiliki oleh siswa adalah tumbuhnya
kesadaran-normatif, yakni kesadaran
untuk menaati kaidah hukum yang berkaitan
dengan sikap dan tindakan yang penuh santun terhadap lingkungan".