Minggu, 22 Januari 2017

PEMBELAJARAN LINGKUNGAN DARI KELAS KE ALAM TERBUKA
(sebuah pendekatan dan strategi praktis)
Jufri Nur, Guru SMAN 1 Pammana


          Pembelajaran Lingkungan di SMA memakai pendekatan Integratif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada suatu pemikiran bahwa suatu mata pelajaran dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain yang dianggap relevan. Munculnya konsep integrasi ini karena kurikulum sekolah sudah sangat sarat dengan mata pelajaran, sehingga tidak mungkin lagi menambah mata pelajaran baru, yakni Pendidikan Lingkungan Hidup.
          Berbagai bidang studi atau mata pelajaran pada tingkat SD, SLTP, dan SLTA menjadi tempat integrasi Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), seperti mata pelajaran IPA, IPS, Olahraga, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Agama. Tentu saja tidak semua pokok bahasan yang ada pada mata pelajaran tersebut dapat menyerap materi PLH, tetapi terbatas  pada  pokok bahasan PLH yang mempunyai hubungan erat dengan pokok bahasan mata pelajaran bersangkutan. Oleh karena itu banyak sedikitnya materi PLH terintegrasi pada mata pelajaran yang ada  tergantung pada ada tidaknya hubungan pokok bahasan mata pelajaran tersebut  dengan pokok bahasan PLH.
          Pendekatan integratif yang diterapkan dalam pembelajaran lingkungan di SMA memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah: 1). Tidak perlu menambah tenaga pengajar. 2). Makin banyak tenaga pengajar yang terlibat. 3). Integrasi dipandang lebih nalar atau logis, juga lebih efisisen, hemat, dan lebih efektif.
Sedangkan kelemahannya antara lain adalah: 1). Perlu panataran bagi  guru yang mengajarkan pelajaran induk sebagai tempat persemaian integrasi. 2). Mengubah silabus dan alokasi jam pelajaran yang telah ada. 3). Timbulnya kesulitan teknis edukatif dalam mengintegrasikan mata pelajaran yang akan diintegrasikan dengan mata pelajaran yang menjadi tempat persemaian integrasi.    4). Kemungkinan tenggelamnya mata pelajaran yang diintegrasikan itu ke dalam mata  pelajaran induk, atau sebaliknya.
              Disamping kelemahan pembelajaran Pendidikan Lingkungan dengan pendekatan integratif sebagaimana telah diuraikan di atas, kelemahan yang lain adalah munculnya kesan bahwa pembelajaran ilmu lingkungan selama ini terfokus kepada perolehan aspek kognitif (pengetahuan) semata. Aspek afektif dan aspek psikomotor nampaknya kurang mendapat perhatian, sehingga tidak mengherankan kalau perilaku-perilaku peserta didik yang kurang bersahabat dengan alam bisa kita temui di sekolah-sekolah. Kegiatan coret-mencoret dinding sekolah, meja dan kursi, membuang sampah sembarangan, merokok di sekolah, menoreh pohon-pohon tanaman di sekolah, mencabut tanaman taman sekolah seenaknya adalah tingkah laku dan perbuatan  yang banyak kita jumpai pada siswa-siswa saat ini.
              Demikian pula bahwa pembelajaran Pendidikan Lingkungan selama ini berlangsung di dalam ruang kelas, sehingga konsep lingkungan di terima oleh siswa semuanya berasal dari informasi guru atau dari hasil bacaan saja. Tidak ada pengetahuan yang berasal dari pengalaman hidup atau dari fakta lapangan di luar kelas. Tidak ada proses yang melibatkan siswa secara aktif berinteraksi dengan kondisi lingkungan yang sesungghunya, sehingga proses internalisasi nilai-nilai yang berkaitan dengan lingkungan juga kurang.
              Menyikapi persoalan di lapangan, supaya Pendidikan Lingkungan dapat diintegrasikan   secara wajar dan lancar, maka sistem pembelajaran ilmu lingkungan perlu ditinjau   kembali, dirampingkan, dipertajam, dan disempurnakan. Terutama yang berkaitan dengan teknik-teknik penyampaiannya kepada peserta didik agar dapat diterima dengan baik dan mudah, sehingga tujuan pembelajaran lingkungan dapat tercapai sesuai dengan yang kita harapkan atau tepat sasaran.
               Adapun kegiatan pembelajaran yang berlangsung di luar kelas yang pernah dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Konsep Mengenai Keseimbangan Lingkungan
              Proses transformasi pengetahuan tentang keseimbangan lingkungan akan lebih bermakna dan mantap diterima oleh peserta didik, jika proses pembelajaran berlangsung di luar kelas. Peserta didik dapat di bawa ke alam terbuka pada kondisi nyata lingkungan yang dapat di lihat, di rasakan, dan diamatinya sendiri. Peserta didik “didekatkan” dengan keadaan lapangan yang sesungguhnya.
              Keseimbangan lingkungan adalah suatu kondisi ekosistem yang berada dalam keadaan stabil. Artinya semua komponen yang terlibat dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan normal, ditandai dengan adanya fluktuasi atau grafik naik-turun jumlah populasi pendukung ekosistem dengan teratur.
              Keseimbangan lingkungan dapat terganggu oleh dua faktor utama, yakni 1). Faktor alam, misalnya banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan angin topan. 2). Faktor perilaku manusia, misalnya penggundulan hutan, pembakaran hutan, penangkapan ikan dengan menggunakan bom, racun, dan pukat harimau.
              Dari dua faktor penyebab gangguan keseimbangan tersebut di atas, maka faktor perbuatan dan tindakan  manusialah yang paling menonjol, dan faktor perilaku ini pulalah yang dapat dikendalikan melalui proses pendidikan.

         
"Nilai esensial yang  diharapkan dimiliki peserta didik adalah bahwa kerusakan alam berawal dari ulah dan perbuatan manusia, baik karena keserakahannya maupun karena ketidaktahuannya".

     Bentuk pembelajaran yang paling efektif adalah membawa peserta didik ke alam terbuka, ke alam nyata. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara:
a. Memberi tugas kepada peserta didik untuk mengadakan observasi di pasar.
     Pada kunjungan tersebut, peserta didik dibekali Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi tugas-tugas dengan fokus permasalahan kepada:
-  Mengamati tempat pembuangan sampah dan perilaku para penjual dalam membuang    sampah.
-  Mengamati kebersihan alat dan bahan yang digunakan oleh penjual makanan dan    minuman.
- Mengamati sistem saluran pembungan air (drainase) pasar dan masyarakat di    sekitarnya.
- Mencari hubungan antara perilaku manusia membuang sampah di pasar dengan    kemungkinan terjadinya banjir, bau busuk, dan pencemaran.
              Hasil pengamatan peserta didik ditindaklanjuti dengan diskusi di ruang kelas untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan.
b. Menugaskan siswa melakukan observasi di daerah aliran sungai (DAS)
              Secara kebetulan di kota tempat penulis mengajar terdapat sebuah danau terbesar di Sulawesi Selatan, yakni danau Tempe yang sangat terkenal dengan produksi ikannya. Disamping terkenal dengan produksi ikan, danau Tempe juga terkenal dengan “luapan banjirnya” pada setiap musim hujan tiba. Banjir terbesar sepanjang sejarah danau Tempe terjadi pada bulan Mei 2002 dengan korban jiwa dan materi dalam jumlah milyaran rupiah.
              Peristiwa banjir adalah salah satu fenomena alam yang dapat dijadikan media pembelajaran lingkungan yang efektif. Guru  dapat memberikan tugas kepada peserta didik untuk mengadakan observasi pada daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara ke danau dengan perhatian utama:
-  Mengamati perilaku sehari-hari masyarakat nelayan yang bermukim di daerah aliran sungai.
-  Mengamati perilaku petani di sekitar danau Tempe dan mencari hubungan antara perilaku tersebut dengan timbulnya pencemaran serta pendangkalan danau.
-  Menganalisis dan mencoba mencari hubungan antara perilaku masyarakat dengan timbulnya gangguan keseimbangan alam di sungai dan di danau.
-   Mengamati dan mencatat akibat yang ditimbulkan oleh banjir.
-   Merumuskan langkah-langkah yang dapat di tempuh untuk mencegah terjadinya
     banjir.
              Dari keterlibatan  siswa pada kegiatan tersebut diharapkan adanya suatu pengalaman pribadi mengenai lingkungan yang bersemi dalam jiwanya secara wajar dan alami. Pengalaman pribadi tersebut akan lahir dalam bentuk kesadaran tentang lingkungan yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Diharapkan pula siswa mampu bersosialisasi dan merasakan penderitaan sesama manusia, sehingga menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi dirinya.
              Pembelajaran lingkungan dengan membawa peserta didik ke alam terbuka seperti ke pasar atau ke DAS, akan memberikan nilai pendidikan yang sangat tinggi terutama yang berkaitan dengan aspek afektif dan psikomotor yang selama ini kurang mendapat perhatian oleh guru. Sikap jujur, terbuka, empati, patriot, suka menolong akan tumbuh dengan baik dalam diri peserta didik. Demikian pula perilaku sportif, kemampuan melakukan identifikasi masalah, membuat laporan,  praktikum, diskusi, dan  kemampuan bersosialisasi akan tertanam dalam diri peserta didik secara alami. Tentu saja akan sangat berbeda jika perolehan tersebut dilakukan di dalam ruang kelas.
2. Konsep Etika Lingkungan
              Seperti halnya dengan materi Saling Ketergantungan, maka konsep Etika Lingkungan akan lebih mantap dan efektif jika dilakukan di luar kelas. Pembelajaran etika lingkungan dapat di kemas dalam bentuk Pembelajaran Rekreatif. yaitu salah satu bentuk alternatif pembelajaran  yang santai sifatnya. Melalui kegiatan wisata sambil belajar akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengalaman langsung di lapangan. Pengalaman tersebut diperoleh melalui kegiatan yang dilakukan sendiri secara sadar dan sukarela, sehingga dapat memperkaya nilai kepribadiannya. Pengetahuan lingkungan yang diperoleh peserta didik bukan sekedar teori yang sifatnya abstrak, tetapi dari suatu fakta pengalaman empiris.     
              Pembelajaran rekreatif dapat dilaksanakan dengan membawa peserta didik ke suatu tempat rekreasi yang relevan dengan tujuan pembelajaran lingkungan yang ingin di capai. Misalnya ke pulau atau ke pantai (Wisata Bahari).
               Peserta didik di bagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing kelompok diberikan LKS yang memuat inti sari pembelajaran, misalnya:
-   Kemampuan mengidenfikasi masalah-masalah lingkungan yang ditemukan di pulau tujuan.
-  Mengamati dan mempelajari perilaku  masyarakat yang bermukim di sekitar pulau.
-  Mengamati keadaan laut sepanjang perjalanan, misalnya adanya sampah-sampah domestik yang terapung di permukaan laut.
-   Mencatat biota-biota laut yang diperjualbelikan sebagai suvenir kepada pengunjung.
-  Membuat laporan hubungan timbal balik antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan perilaku pelestarian alam.
              Inti dari materi Etika Lingkungan adalah bahwa manusia bukan sumber segala nilai, manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah saling tergantung,  manusia bukan penakluk alam melainkan alam dan manusia saling melengkapi. Harus ada sopan santun dan kebijaksanaan moral dari manusia dalam memperlakukan alam.
              Semakin kokoh hubungan antara manusia dengan alam raya, maka akan semakin dalam pengenalan terhadapnya, sehingga semakin banyak yang dapat diperolehnya melalui alam itu. Jika terjadi harmonisasi hubungan antara manusia dengan alam, maka Tuhan akan merestui dengan berbagai macam rahmat yang diturunkan ke bumi untuk seluruh makhluk-Nya. Dalam surah Al-Jin ayat 16 ditegaskan  “Dan bahwasanya, jika mereka tetap berjalan lurus di jalan itu (petunjuk-petunjuk Ilahi) niscaya pasti Kami akan memberi mereka air segar (rezeki yang melimpah).  

 
"Nilai esensial yang diharapkan dimiliki oleh siswa adalah tumbuhnya kesadaran-normatif,  yakni kesadaran untuk menaati kaidah hukum yang berkaitan dengan sikap dan tindakan yang penuh santun terhadap lingkungan".   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar