MENUMBUHKEMBANGKAN SIKAP DAN PERILAKU POSITIF SISWA
TERHADAP LINGKUNGAN
Jufri Nur, Guru SMA Negeri 1
Pammana
===================================================================
Kekhawatiran terhadap
permasalahan lingkungan karena terjadinya berbagai kerusakan lingkungan,
seperti menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan, terjadinya pencemaran,
dan pemanasan global. Lebih menyedihkan lagi dengan suatu realita sosial pada
rendahnya tingkat pendidikan, tingginya kemiskinan dan pengangguran.
Kerusakan lingkungan hidup erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan,
sikap, perilaku, sosial dan budaya masyarakat. Dalam hubungan ini, pendidikan memegang peranan yang sangat besar.
Melalui pendidikan manusia dapat memperoleh pengetahuan secara sistematis dan
terarah. Kemudian dengan pengetahuan yang
dimiliki tersebut diharapkan dapat melahirkan kesadaran dan sikap yang
lebih baik, yang pada akhirnya akan
membuahkan perilaku positif yang selaras dengan alam.
Kebodohan dan keserakahan manusia bisa
mengakibatkan lingkungan hidup menjadi ancaman bagi kehidupannya. Sedangkan
kearifan bisa mengakibatkan lingkungan hidup lebih lestari dan serasi.
Kebodohan dan keserakahan menunjukkan tingkat akal dan akhlak yang masih
rendah, sedangkan kearifan mencerminkan perpaduan akal dan akhlak yang tinggi,
pengalaman hidup yang luas (Sandy, 1996). Akal memungkinkan kita untuk
mengatakan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa kita lakukan, sedangkan akhlak
menuntun kita kepada apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh kita perbuat. Kearifan menunjukkan kepada kita apa yang
patut dan apa yang tidak patut kita perbuat.
Kasus-kasus terganggu dan rusaknya
lingkungan hidup yang makin lama makin meningkat baik dari segi kualitas dan
kuantitas, misalnya pembakaran hutan, pencemaran sungai, penebangan liar,
banjir, musnahnya beberapa spesies
tumbuhan atau hewan. Semuanya ini
terjadi akibat pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia, yang tidak
mempertimbangkan kelestarian lingkungan.
Kerusakan lingkungan akibat ulah dan
perbuatan manusia umumnya disebabkan oleh:
1).
Ketidaktahuannya, misalnya memanfaatkan sungai sebagai kakus.
2).
Desakan kebutuhan hidup, misalnya penebangan kayu terus menerus karena
dibutuhkan dalam pembakaran gamping atau batu-bata yang telah menjadi pekerjaan
dan penghasilan keluarga.
3).
Kurangnya pengetahuan tentang keseimbangan komponen dalam ekosistem, misalnya
penggunaan potas, bom, atau racun untuk mencari ikan.
4).
Rendahnya kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, misalnya industri yang
membuang limbahnya terus-menerus tanpa mempertimbangkan akibatnya terhadap
lingkungan.
5).
Kurang memasyarakatnya ketentuan hukum tentang lingkungan hidup serta kurang
tegasnya penerapan sanksi hukum bagi pelanggar (Suranto, dkk. 1993)
Sebagai tenaga pendidik pada tataran
persekolahan formal, kenyataan rendahnya kepedulian masyarakat (termasuk siswa)
terhadap lingkungan tentu mengundang keprihatinan yang dalam. Sebab guru
memegang peranan yang sangat besar, dan bertanggung jawab dalam proses
pembentukan karakter anak bangsa. Oleh karena itu, guru senantiasa dituntut
berkreasi untuk mengoptimalkan mutu proses belajar mengajar yang dilakukan.
Tujuan umum Pendidikan Lingkungan
Hidup adalah untuk membina peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan
perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang
pengaruh timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidup dalam berbagai
aspek kehidupannya (Hammado Tantu, 1990).
Untuk mencapai tujuan tersebut tidak
cukup dengan melakukan pembelajaran secara konvensional, yakni pembelajaran
yang hanya menitikberatkan kepada pemberian informasi berupa pengetahuan yang
mengacu kepada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana
pengetahuan lingkungan yang dimiliki oleh peserta didik dapat diimplementasikan
dalam kehidupannya sehari-hari. Pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa
sehingga peserta didik dapat
berinteraksi langsung dengan kondisi nyata lingkungan. Peserta didik harus
didekatkan dengan keadaan nyata lingkungan yang dapat dirasakan, dilihat dan
diamatinya sendiri, sehingga proses
internalisasi berlangsung secara wajar dalam dirinya tanpa merasa dipaksa.
Aspek afektif dan psikomotor harus mendapat prioritas utama dalam proses pembelajaran lingkungan, sebab sesungguhnya masalah lingkungan adalah masalah sikap dan
perilaku
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar